Sunday, 17 June 2012

Stres Yang Dialami Para Kaum Wanita


Semarang, 18 Juni 2012 

Engga berasa sekarang sudah masuk hari senin lagi, kalau kita engga mikirin segala kesusahan dan menjalani hidup dengan santai waktu akan berjalan begitu cepat. Seperti saya ini, yang pekerjaannya hanya tertumpu disatu ruangan kecil ukuran kira-kira 18m² tanpa bos dan tanpa gaji pula. But c’est la vie!! (inilah hidup). Baru aja saya ngecek twitter saya (yang kebetulan baru dibuat lagi karena saya lupa sama account saya yang lama), dan saya menemukan sebuah artikel yang membahas tentang penelitian tingkat stress yang dialami wanita yang melakukan perkerjaan rumah tangga.

Mengutip dari artikel tersebut, sang peneliti menyatakan bahwa sebanyak 85% wanita yang terlibat dalam studinya memiliki posisi social ekonomi yang sama dengan pasangannya serta memiliki tanggung jawab lebih dari setengah pekerjaan rumah tangga. Sang peneliti juga menyatakan bahwa ‘pekerjaan rumah tangga adalah kegiatan yang sifatnya sangat gender. Wanita cenderung memiliki tanggung jawab yang lebih besar daripada pria. Ketidaksetaraan dalam pekerjaan rumah tangga yang tidak melibatkan kesetaraan gender, dikaitkan dengan tekanan psikologis. Selain itu peneliti juga menambahkan bahwa wanita yang memiliki posisi dan gaji yang rendah daripada sang suami juga merupakan salah satu factor yang yang membuat wanita akan merasa lebih tertekan daripada si pria. 

Membaca artikel tersebut saya mengakui kalau saya juga mengalami hal yang sama. Apalagi dengan status social yang saat ini tidak saya miliki. Dikarenakan saya tidak bekerja, saya tidak tergabung dalam sebuah organisasi apapun, dan saya tidak memiliki teman sebaya saya yang juga mengalami hal yang sama seperti saya yang bisa saya ajak bersosialisasi. Dengan keadaan saya seperti ini, saya jadi berbeda dengan para teman-teman yang mungkin saat ini masih menjalani masa pendidikannya, masa-masa pacaran, juga pahit manisnya menjalani pekerjaan. Apalagi suami saya 6 tahun lebih tua dari saya, jadi mau engga mau saya harus bergaul dengan teman-teman sebayanya (untung juga sih jadi ngerasa awet muda... hahaa). 

Stres adalah salah satu factor yang terkadang membuat saya dan suami jadi misunderstanding. Terkadang saya ingin mencurahkan perasaan saya kepada si mas tentang apa yang saya rasa, tapi disisi lain sebenarnya dia juga lagi susah. Gimana engga susah, diapun sekarang lagi tidak bekerja, penghasilan kecil dan pendidikan yang diterimanya sekarang memang susah banget (suruh siapa ngambil konseling genetika, hehe sabar yah sayang). Tapi dengan adanya komunikasi terus menerus membuat kami jadi bisa saling mengerti satu sama lain. Kami belajar dan selalu belajar untuk bisa saling mendukung dan mendampingi. Yah walaupun engga bisa dipungkiri kalau asam pahitnya berumah tangga sering kami alami juga, tapi kan bukan untuk diinget-inget, diumbar-umbar dan dijadikan dendam. Dengan adanya masalah kami jadi lebih saling menyayangi satu sama lain. Jadi intinya sih, stress itu merupakan sebuah tahap yang harus dilalui dan suami tuh selalu mengingatkan begini ‘mungkin saat ini memang belum waktunya, tapi Allah pasti akan memberikan jawaban untukmu secepatnya sayang’, (cieeee... bijaknya deh si dia). 

Setelah saya telaah, akhirnya saya menemukan jawaban yang memang benar ada buktinya dan memang harus selalu diingat untuk seluruh wanita yang sedang mengalami stress seperti ini. Kita sebagai kaum wanita harusnya selalu bersyukur dengan apa yang diberikan tuhan. Karena tuhan sebenarnya telah memberikan nikmat tertinggi yang tidak bisa kita bayar hanya dengan bersyukur. ‘Surga adanya dibawah telapak kaki ibu’, itu adalah salah satu nikmat yang bisa kaum wanita ingat dan syukuri, karena belum ada tuh yang menyebutkan kalau surga ada ditelapak kaki bapak atau mungkin jempolnya bapak. Nabi Muhammad SAW aja pernah menyebutkan saat sahabatnya bertanya dan dia menjawab ibu sebanyak tiga kali berturut-turut sebelum akhirnya menyebut bapak. 

Rahim yang dimiliki seorang wanita juga merupakan anugerah dari Allah. Karena tanpa adanya wanita tidak bisa ada terjadinya kehidupan baru (walaupun tidak bisa dipungkiri kalau lelaki juga berperan penting untuk menyumbangkan kehidupan).

So, those are some reason why women should always keep their patient to survive their family. Although we have no strength to keep our emotion, but we have strong feeling to keep us awake and be powerful to face the reality.

No comments:

Post a Comment