Sunday 17 June 2012

Dilema Membawa Berkah


Semarang, Sabtu 16 Juni 2012

Hari ini bingung harus ngapain, karena kegiatan sehari-hari Cuma begini begitu aja, jadi daripada bengong I’m going to tell some story and this is about my confession of being new mom in the village.

Sebenarnya saat pertama kali memutuskan untuk memulai hidup baru (menikah) diusia sedini ini, karena kami sebelumnya sudah mempunyai rencana yang begitu matang untuk merangkai masa depan yang indah. Tidak pernah terbayang olehku sebelumnya untuk memiliki anak diusia muda. Saat awal pernikahan saya dan suami berencana untuk melanjutkan pendidikan lebih lanjut (Strata 2/Magister) bersama. Saat itu suami memang sedang mencari beasiswa yang bisa membawanya untuk terbang kenegeri antah brantah, alasannya dia mau ke luar negeri tapi bukan dengan biayanya sendiri, jadi dia cari deh tuh beasiswa yang ada kerjasama dengan universitas di luar negeri. Dan saat itu saya berencana untuk menlanjutkan pendidikan juga, ya memang bukan dengan beasiswa dan masih di negeri sendiri. Karena tujuan kami sama, kami mau sama-sama daftar di universitas yang sama juga, untuk memudahkan tranportasi juga komunikasi. 

Tapi sebelum detik-detik pendaftaran ternyata saya dinyatakan hamil. Ya Allah apakah ini ujian atau anugerah yang harus saya syukuri. Saat itu adalah saat terberat yang harus saya lalui. Bagaimana tidak, impian saya tentang masa-masa kuliah, main-main, jalan-jalan jadi melayang gara-gara terpikirkan tentang bagaimana nanti harus merawat anak. Saya mengalami dilemma terberat yang harus saya lalui. Disatu sisi saya benar-benar belum bisa terima dengan kehidupan baru saya. Secara, saya ini anak kota, saya biasa tinggal di kota besar metropolitan, hidup instan, segalanya mudah, mau apa-apa tinggal minta. Dan saat itu saya baru saja pulang dari Singapore, negara serba berteknologi tinggi. Benar-benar 180 derajat hidupnya saya berubah. Setelah menikah saya harus ikut suami yang notabenya tinggal didesa, bahkan untuk berangkat ke kantor saja suami saya harus menempuh jarak puluhan kilometre dan memakan waktu hampir 45menit. 

Awalnya memang berat banget, tadinya saya mau mengamuk, kenapa bisa begini. Tapi inilah takdir, satu hal yang benar-benar bisa membuat saya tenang itu saat melihat suami saya menjatuhkan airmatanya saat saya menyatakan padanya kalau saya belum siap. Dia meneteskan airmatanya, dan dia bilang begini, ‘ini anugerah terindah dari Allah sayang, apakah kamu tahu kalau aku memang merindukan si kecil dikeluarga kita? Kita ini termasuk yang beruntung hunn, karena engga semua keluarga yang mendambakan anak bisa punya anak secepat dan semudah yang kita alami, banyak mereka yang ngabisin uang ratusan juta cuma untuk mendapatkan keturunan, bahkan ada yang engga bisa punya keturunan’.
Deeeeek!! Bagaikan tertampar geledek, saya sadar ini memang anugerah terindah, Alhamdulillah. Akhirnya dengan segenap hati saya meminta bantuan suami untuk selalu mendukung saya melalui masa-masa indah ini.

Dan ternyata Allah memang benar-benar sayang sama saya. Saya diberikan nikmat terbesar dengan melewati masa-masa hiperemesis gravidarium (muntah-muntah berlebihan saat hamil) di trimester pertama dan setengah jalan trimester kedua. Dan saya juga diberikan kemudahan untuk persalinan normal. Sekali lagi Alhamdulillah, inilah nikmat yang sesungguhnya yaitu saat kita bisa melewati masa susah yang tuhan berikan.

No comments:

Post a Comment